Kriteria utama kualitas pakan ternak sangat ditentukan oleh tingkat kecernaannya. Tetapi sejauh ini teknologi untuk mengetahui tingkat kecernaan satu jenis bahan baku pakan metodenya amat rumit dan memerlukan waktu yang relatif lama.

Gas Test adalah sebuah metode uji alternatif yang dapat dipilih untuk mengukur kecernaan pada hewan ruminansia dengan hasil relatif lebih cepat serta tidak memerlukan hewan percobaan.

Prinsip dasar dari metode gas test merupakan pengembangan dari in vitro. Metode ini mencoba menyempurnakan sistem kerja dari metode in vitro sebelumnya, dengan mengukur volume gas yang dihasilkan sebagai parameter untuk menilai kecernaan, seperti yang ditunjukkan pada gambar. Kelebihan metode ini selain dapat menghitung kecernaan bahan, juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya energi termetabolis (EM) serta dapat pula untuk menghitung produksi asam lemak atsiri (volatile) atau VFA yang merupakan asam lemak penentu produksi dan kualitas susu dan daging.

Kelebihan lain dari metode ini adalah dapat mengetahui aktivitas zat anti-nutrien yang merupakan zat yang dapat menghambat proses pencernaan bahan pakan. Seperti halnya pengujian pakan hijauan dari legume (kacang-kacangan) yang memiliki kadar tannin yang relatif tinggi. Dalam proses pencernaan, tannin menghambat proses penguraian bahan-bahan yang mengandung protein tinggi. Melalui pemakaian gas test ini, aktivitas tannin dapat diketahui dengan pengujian menggunakan penambahan PEG (polyethylene glycol) sebagai diterminannya. PEG merupakan suatu zat yang sengaja ditambahkan untuk menekan aktivitas tannin. Indikasi tannin dapat menghambat kecernaan dapat dilihat dari penurunan produksi gas jika bahan pakan (seperti legume) tidak ditambahkan PEG.

Mengendalikan Emisi Metan

Manfaat tambahan dari gas test, metode ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam formulasi pakan ternak sehingga lebih efisien, yang artinya meningkatkan produktivitas ternak. Selain itu, hasil uji ini dapat digunakan untuk mengatur produksi gas metan (CH4) dalam rumen. Menurunkan produksi gas metan dapat ditempuh dengan mengatur rasio produksi asam-asam lemak atsiri atau volatile fatty acid (VFA).

Dengan mengatur nilai NGR (non glucogenic ratio) yang merupakan perbandingan 1C2 (asetat) + 2C4 (butirat) terhadap C3 (propionat), maka produksi gas metan dapat dikendalikan. Untuk mencapai kecernaan yang optimal dan produksi gas metan yang rendah, nilai NGR disarankan pada kisaran 2-4. Salah satu cara melalui pemberian pakan ternak dengan komposisi campuran bahan pakan hijauan (rumput dan legum) sekitar 60-80 persen dan bahan pakan konsentrat (dedak, onggok dll) sekitar 20-40 persen.

Aplikasi hasil uji metode ini bermanfaat dalam pengembangan budidaya ternak perah untuk mencapai produksi dan kualitas susu yang optimal, serta budidaya ternak potong/pedaging yang tujuan utamanya untuk meningkatkan pertambahan berat hidup (body weight gain). Dengan demikian, selain peternak, metode gas test ini bermanfaat bagi kalangan industri peternakan dan lembaga penelitian / pengujian mutu pakan serta stakeholders bidang perternakan lainnya.

Selama Ini In Vitro Paling Mudah

Proses pencernaan pada ternak ruminansia sebagaimana yang diketahui, relatif lebih kompleks jika dibandingkan dengan ternak unggas. Ini karena adanya mikroba dalam rumen (lambung ternak) seperti bakteri, protozoa dan fungi yang sangat berperan dalam proses pencernaan bahan pakan. Fungsi mikroba tersebut bertugas menguraikan partikel pakan melalui proses fermentasi an-aerob (tanpa oksigen) dengan tiga macam proses yakni fibrolitic (pemecahan komponen serat), proteolitic (penguraian protein) dan lipolitic (pemecahan lipida / lemak). Proses inilah yang menentukan tingkat efisiensi pencernaan zat-zat makanan dari bahan pakan.

Kompleksitas sistem pencernaan ternak ruminansia ini menyebabkan pengujian kecernaan pakan cukup sulit dan memerlukan waktu yang relatif lama. Sehingga teknologi/metode alternatif yang lebih sederhana, lebih murah dan lebih singkat senantiasa dicari guna mendukung kemudahan aplikasi di lapangan tanpa mengesampingkan akurasi hasil.

Untuk menguji apakah bahan pakan yang diberikan cukup baik dalam mendukung pertumbuhan mikroba dan proses enzimatis dalam tubuh ternak, cara selama ini yang dianggap paling mudah, akurat dan relatif lebih cepat adalah melalui uji in vitro. Pegujian ini dilakukan diluar tubuh ternak dengan menggunakan simulasi/tiruan yang mirip dengan proses-proses yang terjadi dalam tubuh. Dibandingkan dengan uji in vivo (uji langsung ke ternak), uji in vitro memiliki kelebihan yakni waktu uji lebih cepat dan lebih hemat karena tidak memerlukan ternak percobaan.

Metode uji in vitro untuk mengukur kecernaan pakan telah diperkenalkan oleh Tilley & Terry sejak 1963 dalam Journal of British Grassland Society. Metode ini menggunakan simulasi tabung fermentor sebagai perut ternak atau rumen tiruan yang diinkubasikan dalam suhu yang juga sama dengan kondisi rumen (390C). Walaupun dilakukan di luar tubuh ternak, akurasi nilai kecernaan in vitro mendekati nilai kecernaan sebenarnya.

Penulis:

Ahmad Sofyan (Peneliti Bidang Pakan dan Nutrisi Ternak, BPPT Kimia-LIPI, Jogjakarta), & Anuraga Jayanegara (Staf Pengajar Fakultas Peternakan IPB-Bogor)

Sumber: Majalah Agribisnis Peternakan & Perikanan TROBOS (Edisi 111, Desember 2008)